الْحَمْدَ ِلله حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ ,كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى
أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Dalam Tilawah Al Qur’an, hal yang harus diperhatikan tidak hanya sekedar bagusnya pelafalan nya, atau bahkan hanya sekedar suara atau irama atau bahkan sekedar lancar dan cepat saja dalam membaca.
Jika dikalangan orang awam, menilai bagus dan baiknya bacaan Al Qur’an itu dari suara atau nada, maka dilevel berikutnya bagi seseorang yang telah belajar cara membaca Al Qur’an maka yang diperhatikan adalah kefasihan dalam melafadzkan huruf-hurufnya, hukum-hukum tajwidnya. Maka bagi Al Mutakhashishin (المتخصصين) (orang yang mempunyai spesialisasi dibidang bacaan Al Qur’an) maka tidak cukup hanya dengan penilaian dua aspek tadi.
Di antara hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tilawah Al-Qur’an adalah Tajwid, bacaan harus bertajwid. Bahkan dalam hal ini para ulama menyusun disiplin ilmu ini dalam satu kitab tersendiri. Di antaranya adalah Abu Amr Ad-Dani رَحِمَهُ اللهُ. Dia meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa dia berkata, “Bacalah Al Qur’an dengan Tajwid.”
Imam Ibnu Jazari dalam Muqaddimahnya mengatakan,
وَهُوَ أَيْضاً حِلْيَةُ التِّلاَوَةِ ۞ وَزِينَةُ الأَدَاءِ وَالْقِرَاءَةِ
وَهُوَ إِعْطَاءُ الْحُرُوفِ حَقَّهَا ۞ مِنْ صِفَةٍ لَهَا وَمُستَحَقَّهَا
وَرَدُّ كُلِّ وَاحِدٍ لِأَصلِهِ ۞ وَاللَّفْظُ فِي نَظِيرِهِ كَمِثْلِهِ
مُكَمِّلاً مِنْ غَيْرِ مَا تَكَلُفِ ۞ بِاللُطْفِ فِي النُّطْقِ بِلَا تَعَسُّفِ
”Tajwid adalah hiasan bacaan. Yaitu memberikan kepada setiap huruf hak, berupa sifat-sifat dan mustahaknya. Mengembalikan setiap huruf kepada makhraj asalnya. Serta melunakkan pengucapan dengan keadaan yang sempurna, tanpa berlebih-lebihan dan memaksakan diri.”
Kepada hal ini Rasulullah ﷺ telah mengisyaratkan dengan sabda beliau, “Barangsiapa ingin membaca Al-Qur’an sebagaimana keadaan ketika diturunkan maka bacalah dengan cara Ibnu Ummi Abdin.” Yaitu Ibnu Mas’ud –radhiallahu anhu.” Beliau telah dikarunia nikmat yang besar dalam hal membaca Al-Qur’an dengan tajwid.
Rasulullah ﷺ bersabda:
زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ
“Hiasilah Alquran dengan suara-suara kalian.” (HR Abu Dawud).
Imam an-Nawawi رَحِمَهُ اللهُ, sebagaimana dikutip dari At-Tibyan fii Adabi Hamalatil Quran, berkata, “Kaum salaf dan khalaf dari kalangan sahabat, tabi’in, dan para ulama setelah mereka dari berbagai negeri yang termasuk para imam kaum Muslimin telah sepakat atas disunnahkannya memperindah suara dalam membaca Alquran.”
Dianjurkan membaguskan suara ketika membaca Alquran selama tidak keluar dari kaidah qiraah yang benar. Seperti berlebih-lebihan dalam melagukannya sehingga menambah satu huruf, atau menguranginya, maka hal itu haram dilakukan.
Tidak diragukan bahwa umat ini, sebagaimana diperintahkan untuk memahami makna-maknanya dan menegakkan hukum-hukumnya, mereka pun diperintahkan untuk mengucapkan dengan benar lafadz-lafadznya dan menyempurnakan huruf huruf, sama seperti ketika diucapkan oleh para imam qira’ah yang bersambung sampai ke hadirat Rasulullah saw. Para ulama menganggap bacaan tanpa tajwid sebagai lahn (kesalahan). Lahn ada dua macam: Jaliy (jelas) dan Khafiy (samar).
Lahn adalah kekurangan pada lafadz-lafadz hingga menyebabkannya berkurang, tetapi kekurangan yang ada pada jaliy tampak sangat jelas, yang dapat diketahui oleh ahli qira’ah dan yang lainnya. Kesalahan pada yang khafiy sangat samar, hanya diketahui oleh para ahli qira’ah dan mereka yanng mahir membaca Al Qur’an dari lisan-lisan para ulama.
Dikatakan dalam Jamalul Qurra’: manusia telah membuat bid’ah dalam membaca Al Qur’an dengan suara-suara nyanyian.
Di antara bid’ah yang mereka perbuat adalah sesuatu yang mereka beri nama tar’id yaitu dengan menggetar-getarkan suaranya seperti seseorang yang merintih kesakitan atau kedinginan. Pendapat lain menamainya dengan tarqish (membuat menari) yaitu dengan membaca raum pada sukun terhadap sukun kemudian berlalu dengan harakat seolah-olah seperti lari-lari kecil. Pendapat lain menamainya dengan tathrib (membuat manggut-manggut) yaitu dengan mendendangkan Al-Qur’an dan melagukannya sehingga membaca mad pada yang bukan dibaca dengan mad dan menambah panjang bacaan mad dengan yang tidak layak padanya. Ada juga yang menamainya takzin (membuat sedih) yaitu membaca untuk membuat orang lain sedih sehingga hampir-hampir menangis dengan kerendahan diri.
Lalu siapakah manusia yang paling baik tilawah Al Qur’annya?
Rasulullah ﷺ bersabda
إنَّ من أحسنِ النَّاسِ صوتًا بالقرآنِ ، الَّذي إذا سمِعتموه يقرأُ حسِبتموه يخشَى اللهَ
“Sesungguhnya orang yang paling baik suaranya dalam membaca Al Qur`an adalah orang yang apabila kalian mendengarnya sedang membaca (Al Qur`an), kalian mengiranya ia takut kepada Allah.”
Wallahu a’lam bishawab
Referensi
Hartanto Saryono, L. (n.d.). Tajwid Al Qur’an Riwayat Hafs dari Ashim. Depok.
Jazari, I. I. (n.d.). Muqaddimah Jazariyyah.
Nawawi, I. A. (n.d.). At Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an.
Thanvi, S. A. (n.d.). Jamal ul Qur’an.